NqpdMaBaMqp7NWxdLWR6LWtbNmMkyCYhADAsx6J=

MASIGNCLEANLITE104

Selamat! Mukhtar Amirul Mukminin dan Tim Raih Juara 1 Lomba Film Dokumenter Budaya di Solo

Kabar membanggakan untuk warga Dukuh Sidowayah, Desa Ngreco, Kecamatan Weru. Salah satu remajanya, Mukhtar Amirul, berhasil menorehkan prestasi gemilang bersama timnya dalam Lomba Film Dokumenter Budaya & Kebudayaan di Solo, dengan meraih Juara 1 pada ajang bergengsi tersebut.

Mukhtar Amirul Mukminin
Mukhtar (berbaju batik, nomor dua dari kanan) berfoto bersama narasumber workshop

Kompetisi yang diselenggarakan oleh Radio Metta Solo FM ini digelar dalam rangka Promosi Budaya dan berlangsung sejak 12 September hingga 25 Oktober 2025. Proses lomba cukup panjang, dimulai dari registrasi peserta (12–30 September), pengumpulan karya (1–15 Oktober), penilaian karya (16–23 Oktober), hingga puncak acara berupa pengumuman pemenang, penghargaan, dan workshop perfilman pada 25 Oktober.

Karya Dokumenter Bertajuk Ora Abot Ora Maem

Mukhtar bersama tiga rekannya yang merupakan mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret (UNS), yakni Agil Mila (sutradara), Fata Zill (sinematografer), dan Fadilah Yogi (penata suara), menampilkan karya film dokumenter berjudul Ora Abot Ora Maem. Dalam tim tersebut, Mukhtar berperan sebagai editor yang bertanggung jawab menyusun ratusan footage menjadi satu kesatuan cerita utuh.

Film berdurasi 5–7 menit ini diambil di Pasar Gede Solo, salah satu titik lokasi yang telah ditentukan oleh panitia. Dengan tema besar “Budaya dan Kebudayaan di Solo”, tim Mukhtar berhasil mengangkat sisi kemanusiaan dan kearifan lokal dari kehidupan masyarakat pasar yang menjadi denyut ekonomi tradisional Kota Surakarta.

Tantangan Produksi yang Penuh Cerita

Mukhtar mengungkapkan bahwa proses pembuatan film tersebut tidaklah mudah. “Ini merupakan proyek film pertama kami. Karena baru pertama kali bekerja sama, kami sempat mengalami banyak perdebatan dan kebingungan dalam menentukan konsep,” ujarnya.

Kesulitan lain muncul saat mencari narasumber yang sesuai. “Kami tidak memiliki kenalan di Pasar Gede, jadi selama tiga hari kami berkeliling untuk mengenal lingkungan dan mencari sosok yang tepat,” tambahnya.

Akhirnya, mereka menemukan narasumber secara tidak sengaja. Ibu Minah, seorang kuli panggul pasar yang ramah dan bersedia menjadi bagian dari film mereka. “Kami sangat beruntung bertemu beliau. Bahkan Ibu Minah sering menyapa orang-orang di pasar sambil bilang kalau kami anaknya,” kenang Mukhtar sambil tersenyum.

Proses pengambilan gambar pun penuh tantangan. Suasana pasar yang ramai membuat tim harus cermat menentukan sudut pandang. “Pengambilan gambar memakan waktu tujuh hari, padahal waktu total yang kami miliki hanya dua minggu sejak tim terbentuk hingga batas pengumpulan karya,” jelas Mukhtar.

Pada tahap penyuntingan, kesulitan kembali muncul. Mukhtar mengaku sempat bingung memilih footage terbaik di antara ratusan rekaman, menentukan konsep editing, hingga mencari suara latar yang sesuai dengan atmosfer pasar. “Masing-masing dari kami punya pandangan sendiri-sendiri, tapi akhirnya kami banyak belajar berkompromi dan bekerja sebagai satu tim,” katanya.

Keberuntungan dan Ketatnya Kompetisi

Meski banyak kendala, Mukhtar menilai pengalaman ini juga dipenuhi keberuntungan. Selain bertemu narasumber yang tepat, mereka juga mendapat bimbingan dari Nunung Sulistyo, founder Solo Mini Trip yang berpengalaman dalam penelitian dan pembuatan film dokumenter budaya di wilayah Surakarta. “Beliau banyak membantu kami agar ide film lebih fokus dan kuat,” ungkapnya.

Total ada 37 tim peserta yang mendaftar dalam lomba ini, namun hanya 12 tim yang berhasil mengunggah karya ke YouTube sesuai ketentuan. Lomba terbagi dalam dua kategori, yakni Pelajar (SMA/SMK sederajat) dan Mahasiswa/Umum, dengan delapan kategori penghargaan: Juara 1, Juara 2, Juara 3, Best Scenario, Best Poster, Best Director, Best Artistic, dan Best Videography.

Juara film dokumenter
Juara 1 Lomba Film Dokumenter Metta Media

Pada puncak acara, selain pengumuman pemenang, para peserta juga berkesempatan mengikuti Workshop Perfilman yang menghadirkan sutradara peraih 32 Penghargaan Emmy Awards, Chris Schueler.

Prestasi Mukhtar ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi warga Sidowayah. Di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa, ia berhasil menunjukkan bahwa remaja dari desa pun mampu berprestasi di tingkat kota, bahkan menjuarai kompetisi bergengsi yang diikuti puluhan tim dari berbagai daerah.

Sebagai informasi, Mukhtar adalah putra kedua dari Bapak Danuri dan Ibu Sukini, warga Sidowayah RT 02 RW 07. Tentunya, prestasi Mukhtar menjadi kebanggaan bagi kedua orang tuanya.

Akhirnya, selamat untuk Mukhtar! Semoga pengalaman ini bisa jadi awal langkah untuk terus belajar dan berkarya di dunia film. Semakin mantap dan bersemangat dalam berkarya. Semoga menjadi inspirasi bagi generasi muda Sidowayah lainnya!

Share This Article :
Wakhid Syamsudin

Berusaha menjadi orang bermanfaat pada sesama melalui tulisan. Saat ini mengelola blog Media An Nuur (www.media-annuur.com), Bicara Cara (www.bicaracara.my.id), dan blog pribadi (www.syamsa.my.id)

2907636960708278822