MEDIA AN NUUR─Islam sangat menghargai nyawa manusia, karena setiap kehidupan memiliki nilai yang amat tinggi di sisi Allah ﷻ. Tidak ada seorang pun yang berhak merampas nyawa orang lain tanpa alasan yang benar. Menjaga kehidupan dan mencegah pertumpahan darah merupakan bagian dari ajaran Islam yang menegakkan keadilan dan kasih sayang antarsesama manusia.
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا ۖ وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“Barang siapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia. Dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan ia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.” (QS. Al-Maidah: 32)
Maka dalam Islam, perbuatan membunuh termasuk dosa besar yang sangat dibenci Allah ﷻ. Bahkan jika seseorang menabrak hewan ternak di jalan, ia tetap berkewajiban menggantinya sebagai bentuk tanggung jawab atas nyawa yang hilang. Karena itu, setiap muslim hendaknya berhati-hati dalam setiap tindakan, terutama saat berkendara, agar tidak sampai mencelakai atau menabrak orang lain tanpa sengaja.
![]() |
Ustaz Didik mengajak menjaga jiwa sesama muslim |
Ketika terjadi konflik dengan tetangga atau orang lain, jangan pernah sekalipun terlintas niat untuk mencelakai, apalagi sampai menghilangkan nyawa. Seberat apa pun masalahnya, Islam melarang kekerasan yang merampas kehidupan orang lain. Ironisnya, di zaman sekarang, tindakan semacam itu sering dianggap biasa atau dijadikan pelampiasan emosi, padahal di sisi Allah ﷻ itu termasuk dosa besar yang berat pertanggungjawabannya.
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
“Tidak halal darah seorang Muslim kecuali karena salah satu dari tiga perkara: (1) orang yang sudah menikah lalu berzina, (2) orang yang membunuh orang lain, dan (3) orang yang keluar dari agamanya serta memisahkan diri dari jamaah (murtad).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam sangat menjaga kehormatan dan keselamatan jiwa manusia. Darah seorang Muslim tidak boleh ditumpahkan kecuali dalam tiga keadaan yang dibenarkan syariat, yaitu: seseorang yang sudah menikah lalu berzina, seseorang yang membunuh orang lain, dan seseorang yang keluar dari agama Islam serta memisahkan diri dari jamaah kaum Muslimin.
Pertama, seseorang yang sudah menikah lalu berzina disebut dalam hadis sebagai ats-tsayyibu az-zānī. Hukuman bagi pelaku zina yang sudah menikah adalah rajam hingga mati, karena ia telah melanggar kehormatan diri dan rumah tangganya. Islam menilai perbuatan ini sangat berat karena menghancurkan tatanan moral dan merusak kehormatan keluarga serta masyarakat.
Hukuman bagi pelaku zina hanya boleh diputus dan dilaksanakan oleh pengadilan Islam yang sah. Tidak ada seorang pun yang berhak bertindak sendiri, meskipun mengetahui adanya perbuatan zina. Islam mengatur hal ini agar keadilan ditegakkan dengan bukti yang jelas, saksi yang sah, serta proses hukum yang terjaga dari fitnah dan kesewenang-wenangan. Bertindak sendiri tanpa otoritas hukum justru termasuk dosa dan dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar di tengah masyarakat.
Kedua, seseorang yang membunuh orang lain tanpa alasan yang benar. Dalam hal ini berlaku prinsip an-nafsu bin-nafs, yaitu nyawa dibalas dengan nyawa. Hukum qishash diberlakukan untuk menjaga keadilan dan menekan kejahatan. Namun, Islam juga membuka pintu maaf melalui diyat (tebusan darah) bila keluarga korban berkenan memaafkan pelaku.
Ketiga, seseorang yang keluar dari agama Islam dan memisahkan diri dari jamaah kaum Muslimin, atau disebut murtad. Perbuatan ini dianggap sangat berbahaya karena bukan hanya meninggalkan iman, tetapi juga dapat menggoyahkan keutuhan umat bila dibiarkan. Oleh sebab itu, Islam menetapkan hukum yang tegas terhadapnya sebagai bentuk perlindungan terhadap akidah dan stabilitas umat.
Kajian Subuh Berjemaah di Masjid Al Hidayah, Sangen, Krajan, Weru pada hari Ahad, 5 Oktober 2025, bersama Ustaz H. Didik Efendi, S.T., ketua MUI Kecamatan Weru