MEDIA AN NUUR─Dahulu terdapat sebuah negeri bernama Saba’, negeri yang sangat makmur dengan kebun-kebun subur dan kehidupan yang sejahtera, namun penduduknya kufur terhadap nikmat Allah, hingga akhirnya Allah menimpakan azab yang membinasakan mereka sebagai peringatan bagi umat setelahnya.
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍۖ كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُۥۚ بَلْدَةٌۭ طَيِّبَةٌۭ وَرَبٌّ غَفُورٌۭ
“Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka, yaitu dua kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (QS. Saba’: 15)
Kaum Saba’ berasal dari wilayah Yaman bagian selatan, keturunan Saba’ bin Yasyjub bin Ya‘rub bin Qahtan. Mereka dikenal sebagai bangsa yang maju dan makmur, memiliki peradaban tinggi dengan sistem irigasi canggih seperti Bendungan Ma’rib, serta kebun-kebun subur yang terbentang di kanan kiri negeri mereka.
Negeri Saba’ mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Ratu Bilqis yang akhirnya masuk Islam setelah berdialog dengan Nabi Sulaiman As. Pada masa itu, negeri mereka dikenal sangat makmur dan damai, hingga disebut sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negeri yang baik dan Tuhan yang Maha Pengampun.
![]() |
Ustaz Haidar Mubarak mengisahkan tentang Negeri Saba' |
Setelah masa Ratu Bilqis berlalu, keturunan kaum Saba’ kembali menyembah matahari seperti nenek moyang mereka dahulu. Karena kekufuran itu, Allah mengirimkan azab berupa banjir besar yang dikenal dengan sebutan sailul ‘arim, disertai serangan tikus-tikus besar yang merusak bendungan Ma’rib, sehingga hancurlah negeri yang dahulu makmur dan subur itu.
فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ ٱلْعَرِمِ وَبَدَّلْنَـٰهُم بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَى أُكُلٍ خَمْطٍۢ وَأَثْلٍۢ وَشَىْءٍۢ مِّن سِدْرٍۢ قَلِيلٍۢ ذَٰلِكَ جَزَيْنَـٰهُم بِمَا كَفَرُوا۟ۖ وَهَلْ نُجَـٰزِىٓ إِلَّا ٱلْكَفُورَ
“Tetapi mereka berpaling, maka Kami kirimkan kepada mereka banjir besar (banjir Arim), dan Kami ganti dua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit, pohon Atsl, dan sedikit pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak memberi balasan yang demikian itu kecuali kepada orang-orang yang sangat kafir.” (QS. Saba’: 16─17)
Kehancuran kaum Saba’ merupakan teguran dari Allah yang dapat kita jadikan pelajaran hingga kini, bahwa sebesar apa pun kemakmuran dan kemajuan suatu negeri, semuanya akan sirna jika penduduknya kufur dan berpaling dari ketaatan kepada Allah.
وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًۭا قَرْيَةًۭ كَانَتْ ءَامِنَةًۭ مُّطْمَئِنَّةًۭ يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًۭا مِّن كُلِّ مَكَانٍۢ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَاقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلْجُوعِ وَٱلْخَوْفِ بِمَا كَانُوا۟ يَصْنَعُونَ
“Dan Allah telah membuat perumpamaan tentang suatu negeri yang dahulu aman dan tenteram, rezekinya datang melimpah dari segala tempat, tetapi penduduknya kufur terhadap nikmat-nikmat Allah. Maka Allah menimpakan kepada mereka rasa lapar dan ketakutan sebagai akibat dari apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An-Nahl: 112)
Menurut Ibn Khaldun, siklus peradaban terdiri dari empat tahap utama: pembentukan, konsolidasi, kemakmuran, kemerosotan, dan keruntuhan. Pada tahap pembentukan, muncul sekelompok manusia dengan semangat kebersamaan (‘ashabiyyah) yang kuat untuk membangun kekuasaan baru.
Selanjutnya tahap konsolidasi, ketika kepemimpinan menjadi stabil, hukum ditegakkan, dan sistem pemerintahan mulai tertata. Setelah itu datang masa kemakmuran, ditandai dengan kemajuan ekonomi, seni, dan budaya, serta kehidupan masyarakat yang makmur.
Namun, ketika generasi penerus terlena dalam kemewahan dan kehilangan semangat perjuangan, peradaban memasuki tahap kemerosotan, yang akhirnya membawa pada kehancuran dan keruntuhan moral dan iman, ekonomi melemah dan akan digantikan bangsa lain yang lebih kuat.
Kisah kaum Saba’ mengajarkan bahwa kemakmuran dan kejayaan bukanlah jaminan keselamatan jika tidak disertai dengan rasa syukur dan ketaatan kepada Allah. Sebaliknya, kekufuran dan kesombongan dapat menghancurkan peradaban sekuat apa pun.
Dari kisah ini, kita belajar bahwa kunci keberkahan suatu negeri terletak pada keimanan, rasa syukur, dan kepatuhan kepada Allah, agar tidak mengalami nasib seperti kaum Saba’ yang binasa karena melupakan Tuhan di tengah kenikmatan yang melimpah.
Pengajian Ahad Pagi di GDM Weru (Kalisige, Karakan), 19 Oktober 2025, pemateri Ustaz Haidar Mubarak, Lc., M.H. (Wakil Ketua Majelis Tarjih PDM Sukoharjo, Wadir PPM Imam Syuhodo)