NqpdMaBaMqp7NWxdLWR6LWtbNmMkyCYhADAsx6J=

MASIGNCLEANLITE104

Menelusuri Jejak Sendang Cahyowati di Dukuh Sidowayah

MEDIA AN NUUR─Rabu, 3 September 2025, Takmir Masjid An Nuur Sidowayah melakukan kegiatan penelusuran tempat bersejarah di lingkungan Dukuh Sidowayah. Salah satu lokasi yang menjadi tujuan adalah Sendang Cahyowati, sumber air alami yang menjadi asal mula penamaan daerah kecil Cowati, bagian dari Dukuh Sidowayah RT 01 RW 06.

Kegiatan ini dipimpin oleh Bapak Sutarto selaku Ketua Takmir, ditemani Bendahara Takmir Bapak Heri Purwanto, Sekretaris Takmir Bapak Wakhid Syamsudin, dan Mas Muhammad Hanif mewakili remaja masjid, sekaligus menjadi seksi dokumentasi.

Sendang Cowati
Sendang yang pernah dijadikan sumur sampai sekarang masih mengeluarkan air

Sendang Cahyowati dahulu berada di bawah pohon kepoh yang besar dan tinggi. Pada masa itu, terdapat dua cabang sumber air yang letaknya berdekatan, hanya sekitar dua meter. Belik kecil di sebelah timur mengalirkan air ke belik besar di sebelah barat. Belik besar inilah yang kemudian dibuat sumur oleh almarhum Bapak Abu Sofyan atau yang akrab dipanggil Pak Mujimin.

Kini, belik timur sudah tertutup karena berada di tengah jalan. Jalan yang dulunya hanya berupa jalan setapak, sekarang telah diperlebar menjadi jalan selebar dua setengah meter dan diberi batas talud pada tepinya. Sebelah baratnya sekarang sudah berdiri rumah milik Bapak Taufik Hidayat.

Belik di Cowati
Pak Tarto menunjukkan belik yang sudah ditutup untuk jalan

Sementara itu, belik barat masih mengeluarkan air. Meski debitnya tidak sebesar dulu, air dari sumber tersebut tetap mengalir sepanjang tahun, bahkan ketika musim kemarau. Sumber air itu kini ditutup cor semen dan dialirkan melalui selang tanpa mesin pompa.

Bapak Sutarto menuturkan bahwa dahulu masyarakat percaya air Sendang Cahyowati memiliki keistimewaan. “Orang tua dulu percaya bahwa kalau ada gadis perawan yang membasuh muka dengan air sendang Cahyowati maka akan bersinar auranya. Barangkali itu juga asal-usul nama Cahyowati, dari kata cahyo yang berarti cahaya dan wati yang berarti perempuan,” jelas beliau.

Sementara itu, Ibu Giyanti, pemilik tanah yang bersebelahan dengan sendang, juga menceritakan pengalamannya. “Dulu banyak orang dari jauh datang membawa dupa kemenyan, lalu dibakar di dekat sumber air. Saya melarangnya karena khawatir akan jatuh pada kesyirikan,” kenang beliau.

Belik Cowati
Jarak dua belik yang masih bisa dilihat jejaknya

Dari kisah dan penelusuran ini, Takmir Masjid An Nuur Sidowayah memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa tempat bersejarah tidak perlu dikeramatkan atau dianggap mistis. Yang lebih utama adalah memanfaatkan sejarah untuk mengenal lingkungan sekaligus memperkuat tauhid agar terhindar dari praktik yang menyimpang dari ajaran Islam.

(Tulisan ini masih dalam pengembangan, bagi warga yang memiliki info lain terkait Sendang Cahyowati bisa menghubungi admin untuk penyempurnaan artikel ini)

Share This Article :
Wakhid Syamsudin

Berusaha menjadi orang bermanfaat pada sesama melalui tulisan. Saat ini mengelola blog Media An Nuur (www.media-annuur.com), Bicara Cara (www.bicaracara.my.id), dan blog pribadi (www.syamsa.my.id)

2907636960708278822