NqpdMaBaMqp7NWxdLWR6LWtbNmMkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANLITE104

Tawasul dengan Nama Allah

MEDIA AN NUUR─Surat Al Fatihah merupakan pembuka Al-Qur’an yang penuh makna, terutama dalam hal penanaman nilai tauhid. Di dalamnya terkandung pengakuan dan penyerahan total seorang hamba kepada Allah dalam urusan ibadah dan permohonan pertolongan. Hal ini terlihat jelas pada ayat kelima.

Penghambaan Total pada Allah

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ۝

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”(QS. Al-Fatihah: 5)

Ayat ini menjadi landasan bagi tauhid ibadah, yakni keyakinan bahwa seluruh bentuk ibadah hanya pantas dipersembahkan kepada Allah, serta tauhid isti’anah, bahwa hanya kepada-Nya kita menggantungkan segala harapan dan pertolongan.

Di bagian awal surat, Allah memperkenalkan diri-Nya dengan nama-nama yang agung, yaitu Ar-Rahman dan Ar-Rahim.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ۝

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (QS. Al-Fatihah: 1)

Ust Habib As Salam
Ustaz Habib As Salam menjelaskan tentang tawasul dengan nama Allah

Kedua nama ini merupakan bagian dari Asmaul Husna, yaitu nama-nama Allah yang indah dan sempurna. Ar-Rahman menunjukkan kasih sayang Allah yang luas bagi seluruh makhluk, sedangkan Ar-Rahim menunjukkan kasih sayang khusus Allah kepada orang-orang beriman.

Penyebutan nama-nama Allah ini juga menjadi sarana tawasul yang dibenarkan dalam Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan untuk berdoa dengan menyebut nama-nama-Nya.

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا

Dan Allah memiliki nama-nama yang indah, maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu.” (QS. Al-A’raf: 180)

Dengan demikian, dalam berdoa dan bermunajat, seorang hamba dianjurkan untuk menyebut nama-nama Allah sesuai dengan kebutuhan dan keadaan, sebagai bentuk pengagungan dan penghambaan kepada-Nya.

Tawasul Sesuai Syariat

1. Tawasul dengan nama Allah

Salah satu cara bertawasul yang sesuai dengan syariat adalah dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah yang mulia. Tawasul jenis ini dibenarkan dalam Islam, bahkan dianjurkan, karena menunjukkan pengagungan terhadap Allah dan pengakuan atas keagungan sifat-sifat-Nya.

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۝

Dan Allah memiliki nama-nama yang indah, maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu.” (QS. Al-A’raf: 180)

Sebagai contoh, ketika seorang hamba memohon ampun, ia bisa menyebut nama Allah “Al-Ghaffar” atau “At-Tawwab”. Ketika memohon rezeki, bisa menyebut “Ar-Razzaq”. Ini semua termasuk dalam bentuk doa yang bertawasul dengan Asmaul Husna, sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an.

2. Tawasul dengan amal saleh

Cara lain bertawasul yang dibenarkan dalam syariat adalah dengan menyebut amal saleh yang pernah dilakukan secara ikhlas karena Allah. Dalam hal ini, seseorang berdoa kepada Allah sambil mengingat dan menyebut amal kebaikan yang pernah ia lakukan, dengan harapan Allah mengabulkan permohonannya karena keikhlasan amal tersebut.

Kisah yang terkenal mengenai hal ini adalah kisah tiga orang lelaki yang terjebak dalam gua. Batu besar menutup mulut gua sehingga mereka tidak bisa keluar. Masing-masing dari mereka kemudian berdoa kepada Allah dengan menyebut amal baik yang pernah mereka lakukan.

Yang pertama menyebut baktinya kepada kedua orang tua, yang kedua menyebut kesuciannya dari perbuatan zina walau punya kesempatan, dan yang ketiga menyebut kejujurannya dalam menjaga amanah harta upah. Setelah masing-masing berdoa, batu penutup gua pun bergeser sedikit demi sedikit hingga mereka bisa keluar.

Jamaah Subuh
Jamaah Subuh Masjid An Nuur Sidowayah

Kisah ini terdapat dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Ini menunjukkan bahwa tawasul dengan amal saleh yang ikhlas adalah bentuk tawasul yang diperbolehkan dan memiliki dasar yang kuat dalam sunnah.

3. Tawasul dengan doa orang saleh yang masih hidup

Tawasul yang juga dibenarkan dalam syariat adalah bertawasul dengan doa orang saleh yang masih hidup. Maksudnya, seseorang meminta kepada seorang yang dikenal saleh dan dekat kepada Allah agar didoakan, bukan untuk menggantikan doanya sendiri, tapi sebagai bentuk tawasul melalui doa orang lain yang doanya diharapkan lebih mustajab.

Contohnya adalah peristiwa saat Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu meminta Al-Abbas, paman Nabi Saw., untuk berdoa memohon hujan ketika terjadi musim kemarau panjang. Umar berkata:

اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا، وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا

Ya Allah, dahulu kami bertawasul kepada-Mu dengan (doa) Nabi kami, lalu Engkau turunkan hujan kepada kami. Sekarang kami bertawasul kepada-Mu dengan (doa) paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan kepada kami.” (HR. Al-Bukhari)

Sarapan bersama
Sarapan soto bersama

Peristiwa ini menjadi dalil bahwa meminta doa kepada orang saleh yang masih hidup merupakan bentuk tawasul yang dibolehkan, selama tidak disertai keyakinan berlebihan atau menggantungkan harapan kepada makhluk secara mutlak. Doa tetap hanya ditujukan kepada Allah, namun seseorang boleh berharap agar doanya semakin mustajab dengan perantaraan doa hamba-hamba Allah yang dekat kepada-Nya.

Materi Kajian Gerakan Subuh Berjamaah di Masjid An Nuur Sidowayah pada Jumat, 13 Juni 2025 bersama Ustaz Habib As Salam (pengasuh Ponpes Darul Fithrah Tawangsari)

Share This Article :
Wakhid Syamsudin

Berusaha menjadi orang bermanfaat pada sesama melalui tulisan. Saat ini mengelola blog Media An Nuur (www.media-annuur.com), Bicara Cara (www.bicaracara.my.id), dan blog pribadi (www.syamsa.my.id)

2907636960708278822