MEDIA AN NUUR─Persatuan umat Islam bukanlah karena kesamaan kepentingan, golongan, atau budaya, tetapi karena ketundukan yang sama terhadap kebenaran yang bersumber dari wahyu Allah. Selama umat menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman utama dalam berpikir, bersikap, dan bertindak, maka perbedaan tidak akan menjadi alasan perpecahan.
Dulu, ada perselisihan antara seorang sahabat bernama az-Zubair bin al-‘Awwam dan seorang lelaki dari kalangan Anshar. Keduanya berselisih mengenai aliran air untuk mengairi kebun. Rasulullah ﷺ kemudian memutuskan agar az-Zubair menyirami kebunnya terlebih dahulu, lalu mengalirkan sisanya kepada tetangganya dari Anshar.
![]() |
Ustaz Fauzan ajak patuhi hukum yang diputuskan Rasulullah |
Namun lelaki Anshar itu tidak menerima keputusan tersebut dan berkata, “Wahai Rasulullah, engkau memutuskan begitu karena dia sepupumu!” Mendengar ucapan itu, wajah Rasulullah ﷺ berubah, lalu beliau bersabda: “Wahai Zubair, siramilah kebunmu, kemudian tahanlah air itu sampai memenuhi batas tanahmu, baru setelah itu alirkan kepada tetanggamu.”
Keputusan kedua ini lebih tegas daripada keputusan pertama. Setelah kejadian itu, Allah menurunkan ayat 65 dari Surat An-Nisa untuk menegaskan bahwa orang yang benar-benar beriman tidak akan menolak keputusan Rasulullah ﷺ, dan wajib menerimanya dengan sepenuh hati tanpa keberatan.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa: 65)
Seseorang belum dianggap beriman dengan sempurna hingga menjadikan Rasulullah ﷺ sebagai pemutus dalam setiap perkara yang diperselisihkan. Keimanan yang sejati bukan hanya diucapkan dengan lisan, tetapi diwujudkan dengan ketundukan total terhadap ajaran dan keputusan beliau.
![]() |
Jamaah Subuh Masjid An Nuur |
Umat Islam harus tunduk lahir dan batin. Lahirnya dalam bentuk ketaatan terhadap perintah dan larangan, batinnya dalam bentuk penerimaan tanpa rasa berat hati terhadap hukum Allah dan Rasul-Nya. Dari ketundukan inilah lahir keimanan yang benar dan persatuan umat yang kokoh di atas kebenaran wahyu.
Maka, siapa pun yang menolak, menawar, atau merasa keberatan terhadap hukum Allah, hakikatnya telah keluar dari jalan kebenaran. Sebaliknya, orang beriman adalah mereka yang berserah diri sepenuhnya kepada ketetapan Allah dan Rasul-Nya, karena mereka yakin tidak ada kebenaran yang lebih tinggi dari wahyu. Ketundukan inilah yang menjadi ukuran iman dan landasan kokoh bagi persatuan umat Islam.
Orang munafik mengaku beriman dengan lisannya, tetapi enggan berhukum dengan hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ. Mereka mencari keputusan dari selain beliau ketika hukum Islam tidak sesuai dengan keinginan atau kepentingan mereka. Sikap seperti ini dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa ketika diajak kembali kepada keputusan Rasul, mereka berpaling dengan alasan dan pembenaran diri.
![]() |
Sarapan bersama |
Karena itu, marilah kita meneguhkan iman dengan patuh pada hukum yang dibawa Rasulullah ﷺ. Jangan hanya mengaku beriman, tetapi enggan tunduk pada ketetapan beliau. Dengan menaati ajaran Nabi secara sungguh-sungguh, kita akan meraih iman yang sempurna dan persatuan umat di atas kebenaran wahyu.
Materi Kajian Gerakan Subuh Berjamaah di Masjid An Nuur Sidowayah pada Jumat, 10 Oktober 2025 bersama Ustaz Fauzan Abu Darda (asatiz Ma’had Ittiba’us Sunnah Tawang, Weru)