NqpdMaBaMqp7NWxdLWR6LWtbNmMkyCYhADAsx6J=

MASIGNCLEANLITE104

Larangan Berbicara Saat Salat

MEDIA AN NUUR─Pada awal-awal pensyariatan salat, para sahabat Nabi masih diperbolehkan berbicara saat salat. Mereka bisa menyapa atau menanggapi temannya ketika sedang salat tanpa merasa itu sebuah pelanggaran.

Namun, seiring waktu, Allah menurunkan perintah agar salat dilaksanakan dengan penuh ketenangan dan kekhusyukan. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang penuh hikmah, menurunkan aturan secara bertahap sesuai kesiapan umatnya.

Perubahan ini terjadi setelah turunnya firman Allah dalam Surah Al-Baqarah:

 وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Dan berdirilah karena Allah dalam keadaan khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 238)

Dari Zaid bin Arqam RA, ia berkata: “Dahulu kami berbicara dalam salat. Seorang dari kami berbicara dengan temannya sedangkan ia dalam salat, hingga turun ayat: وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ. Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ustaz Fauzan
Ustaz Fauzan menyampaikan tentang hukum bicara saat salat

Turunnya ayat ini menjadi titik penting dalam kesempurnaan tata cara salat. Larangan berbicara dalam salat mengajarkan bahwa ibadah ini bukan ruang untuk urusan dunia, melainkan waktu khusus untuk berinteraksi dengan Allah. Diperlukan kekhusyukan, menyempurnakan adab, dan benar-benar menghadirkan hati saat menunaikan salat.

Dalam perkembangan hukum setelah turunnya ayat dan penjelasan dari Nabi Saw., para ulama sepakat bahwa berbicara dengan sengaja saat salat termasuk hal yang membatalkan salat. Karena salat adalah bentuk komunikasi khusus dengan Allah, maka tidak boleh diselingi dengan percakapan dunia.

Namun, jika seseorang berbicara karena lupa atau tidak tahu hukumnya, maka tidak serta-merta salatnya batal. Ini berdasarkan prinsip umum dalam syariat bahwa kesalahan karena lupa atau ketidaktahuan bisa dimaafkan, sebagaimana sabda Nabi Saw.: “Sesungguhnya Allah memaafkan umatku karena kesalahan, lupa, dan karena dipaksa.” (HR. Ibnu Majah)

Ada sebuah kisah. Pada suatu ketika, seorang sahabat baru bernama Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami ikut salat berjamaah bersama Nabi. Di tengah salat, ada orang bersin, lalu Mu’awiyah pun berkata, “Yarhamukallah” (semoga Allah merahmatimu).

Para sahabat langsung menoleh kepadanya karena mereka tahu bahwa salat tidak boleh diselingi percakapan. Mu’awiyah yang belum tahu malah berkata, “Celaka aku! Kenapa kalian menatapku?”

Setelah salat selesai, Nabi menasihatinya dengan sangat lembut. Beliau bersabda, “Sesungguhnya salat ini tidak pantas di dalamnya ada perkataan manusia. Ia hanya berisi tasbih, takbir, dan bacaan Al-Qur’an.” (HR. Muslim)

Sejak saat itu, para sahabat pun memahami bahwa berbicara dalam salat dilarang, kecuali karena lupa atau belum tahu hukumnya, seperti yang dialami Mu’awiyah.

Dalam salat, menjaga kekhusyukan dan ketertiban sangatlah penting. Namun bagaimana jika seseorang berdehem, batuk, atau tertawa saat salat? Para ulama menjelaskan bahwa berdehem (seperti mengeluarkan suara “ehm”) tidak membatalkan salat selama dilakukan seperlunya, misalnya untuk melegakan tenggorokan agar bisa membaca lebih jelas.

Jika dilakukan tanpa alasan atau berulang-ulang, maka bisa mengganggu kekhusyukan, meski tidak langsung membatalkan salat. Begitu pula dengan batuk, jika terjadi secara tidak sengaja atau karena kebutuhan, maka tidak membatalkan salat. Namun jika disengaja dan dilakukan terus-menerus tanpa keperluan, bisa mengurangi nilai salat itu sendiri.

Berbeda halnya dengan tertawa. Para ulama sepakat bahwa jika seseorang tertawa dalam salat hingga mengeluarkan suara, maka salatnya batal. Karena tertawa menunjukkan hilangnya kekhusyukan secara total, dan mengandung unsur main-main dalam ibadah.

Jika hanya tersenyum tanpa suara, maka salat tetap sah, tetapi tentu mengurangi kekhusyukan. Oleh karena itu, setiap gerakan dan suara yang keluar saat salat harus dijaga, agar tidak menghilangkan adab dan keagungan ibadah yang sedang dilakukan.

Pengajian warga Sidowayah RT 01 RW 06 di rumah Bapak Walidi─Ibu Sri Rahayu, Kamis, 7 Agustus 2025, disampaikan oleh Ustaz Fauzan Abu Darda (asatiz Ma'had Ittibaus Sunnah Tawang, Weru)

Share This Article :
Wakhid Syamsudin

Berusaha menjadi orang bermanfaat pada sesama melalui tulisan. Saat ini mengelola blog Media An Nuur (www.media-annuur.com), Bicara Cara (www.bicaracara.my.id), dan blog pribadi (www.syamsa.my.id)

2907636960708278822