NqpdMaBaMqp7NWxdLWR6LWtbNmMkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANLITE104

Hukum Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi), dan Hadiah

MEDIA AN NUUR─Bagaimana Islam memandang praktik risywah, ghulul, dan hadiah? Risywah atau suap termasuk dalam perbuatan dosa besar, hasil yang didapat dari praktik ini juga merupakan hasil yang haram. Dan pada masyarakat kita, perbuatan ini sudah sedemikian membudaya.

Risywah menurut istilah artinya adalah sesuatu yang diberikan kepada orang lain untuk membatalkan suatu yang hak dan membenarkan suatu yang batal. Ini mirip dengan hadiah, tapi tentu beda, karena memberi hadiah justru dianjurkan dalam Islam.

Ustaz Arif Fakhrudin
Ustaz Arif jelaskan hukum risywah dan ghulul

Yang disebut sebagai perbuatan risywah adalah suap yang mengandung 4 tujuan, yakni membenarkan sesuatu yang batil, membatalkan sesuatu yang hak, mendapatkan suatu kemanfaatan, dan menangguhkan hak orang lain.

Banyak contoh di antaranya ketika ada perlombaan, yang terbaik menurut juri si A harusnya menang, tapi si B melakukan risywah sehingga si B yang dimenangkan. Contoh lain, mendatangi pejabat agar anaknya terpilih dalam suatu perekrutan, dan sebagainya.

Kemudian ghulul adalah korupsi, yaitu pengambilan harta oleh seseorang secara khianat, atau tidak dibenarkan dalam tugas yang diamanahkan kepadanya. Bisa berupa pemberian pada orang yang tidak berhak menerima pemberian karena terikat suatu jabatan.

Kalau risywah adalah praktik suap untuk mengubah hak dan batil, ghulul adalah mengambil harta yang bukan hak karena jabatan, sementara hadiah adalah pemberian tanpa motif atau tujuan apapun selain agar saling mencintai.

Kajian malam Sabtu
Kajian malam Sabtu

Secara hukum, maka risywah dan ghulul adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan dalam Islam, tapi hadiah adalah perbuatan yang dianjurkan karena bisa mengeratkan kasih sayang.

Dalil secara umum tentang risywah dan ghulul adalah larangan memakan harta orang lain dengan cara yang salah, yang bukan merupakan haknya.

وَلَا تَأْكُلُوْۤا اَمْوَا لَـكُمْ بَيْنَكُمْ بِا لْبَا طِلِ وَتُدْلُوْا بِهَاۤ اِلَى الْحُـکَّامِ لِتَأْکُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَا لِ النَّا سِ بِا لْاِ ثْمِ وَاَ نْـتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 188)

Ayat di atas juga berada di antara ayat tentang puasa. Maknanya bahwa sebulan Ramadan kita bisa meninggalkan makanan halal di waktu puasa, maka kita harusnya bisa meninggalkan yang haram, yang memang tak layak kita makan, yakni hasil risywah dan ghulul.

Mengambil harta orang lain dengan cara yang batil adalah salah satu yang merusak hubungan bermasyarakat. Menyuap hakim seperti disebut ayat tersebut, juga bermakna luas larangan menyuap siapa saja dalam konteks apapun.

Suap kepada juri, panitia lomba, pejabat tertentu dalam perijinan, dan sebagainya, adalah sama saja, bisa menimbulkan mudarat yang sangat besar dan termasuk memakan harta orang lain secara batil.

Perlu jadi catatan, bahwa suatu harta yang diharamkan untuk dimakan, maka juga diharamkan untuk diberikan kepada orang lain. Hasil suap-menyuap dan korupsi yang sebagian disumbangkan ke pesantren, maka itu tetap tidak akan diterima Allah. Ia tidak bisa membersihkan dosa suap dan korupsi.

Risywah atau suap yang seolah membudaya di tengah kita, jelas ada dalil hadis yang melarangnya, bahkan dilaknat oleh Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ 

Dari Abdullah bin 'Amr, dia menceritakan Rasulullah ﷺ bersabda, “Laknat Allah SWT kepada pemberi suap dan penerima suap.” (HR Ahmad)

Tentang ghulul, Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu menyatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

Salat tanpa bersuci tidak akan diterima, demikian juga sedekah dari ghulul.” (HR. Muslim)

Sementara pemberian berupa hadiah, adalah pemberian tanpa tendensi atau motif apapun selain karena rasa kasih dan sayang. Nabi ﷺ benar bersabda,

وَتَهَادَوْا تَحَابُّوا

Salinglah memberi hadiah, niscaya kalian akan timbul rasa cinta di antara kalian.” (HR. Malik)

Kajian Malam Sabtu di Gedung Dakwah Muhammadiyah Weru (Kalisige, Karakan) pada hari Jumat, 8 Desember 2023 bakda Isya, bersama Ustaz Arif Fahrudin, S.Pd.I.

Share This Article :
Wakhid Syamsudin

Berusaha menjadi orang bermanfaat pada sesama melalui tulisan. Saat ini mengelola blog Media An Nuur (www.media-annuur.com), Bicara Cara (www.bicaracara.my.id), dan blog pribadi (www.syamsa.my.id)

2907636960708278822